Bingkisan Cahaya
aku merasa tuhan tidak adil padaku " mengapa harus aku yang tidak diizinkan untuk melihat dunia? mengapa bukan mereka saja?"
tiba-tiba sebutir kerikil yang menimpuk pundak kananku mengusir semua keluh kesahku
"Auu" teriakku sambil mengelus - elus pundak
akupun berjalan menuju gerbang menemui pemuda itu karena aku yakin ini pasti ulah pemuda nakal itu
"Mau apa lagi kamu?" tanyaku kesal
"Seperti biasa ngajak kamu pergi" jawabnya enteng
"Kenapa shi kamu ngebet banget pengen ngajak aku pergi?"
"Karena aku bosen lihat kamu duduk disitu setiap hari"
"Kalau bosen jangan di lihatin "
"Yasudalah, kalau gitu aku masuk saja ya" paksanya padaku
dengan setengah meraba aku membuka gerabang rumahku, belum sempat aku mempersilahkan ia masuk tiba-tiba tangan kekarnya berhasil membawa aku keluar
"Lepaskan tanganku"
"Aku enggak akan lepaskan sebelum kamu bersedia ikut"
"Oke,oke, aku ikut tapi kita mau kemana?" tanyaku dalam keterpaksaan
"Ke tempat yang lebih indah dari halaman rumahmu"
dengan di tuntun sebatang tongkat aku menelusuri jalan mengikuti langkah kakinya, rasa terpaksa yang bercampur penasaran turut menemani perjalananku.Entah sudah berapa jauh kami melangkah, yang ku tahu urat-urat kakikupun sudah lelah.
"Masih jauh?" tanyaku disela-sela perjalanan
"Capek ya? yaudah kita istirahat dulu"
Ia menuntunku singgah di bawah pohon pisang, nampaknya kita tengah berada di sebuah kebun pisang, karna aku merasakan banyak batang pisang yang tangah mengelilingi kami. Namun belum sempat pemuda itu duduk disampingku tiba-tiba butiran air hujan menyerbu persinggahan kami, pemuda itupun langsung menarik lenganku dan menuntunku meninggalkan kebun pisang itu.
"Istirahat sebentar Ya, kakiku sakit"
karena butiran hujan yang ramah tadi kini tumbuh lebih besar dan lebat, pemuda itu pun mengambil tongkatku dan menaikan tubuhku di pundaknya, dengan sekuat tenaga ia membawaku lari menghindari serbuan sang hujan, ia membawaku singgah di rumah dekat kebun, mungkin ini kediaman si pemilik kebun tadi,
"Assalamu alaikum..........." salam pemuda itu sambil mengetuk daun pintu yang di dengar dari suaranya sudah cukup tua.
"Wa alaikum salam" jawab penghuni rumah
"Eh, kak fajar, silahkan masuk kak " kata gadis kecil di balik pintu
ia kembali menuntunku masuk ke rumah itu.
"Bapak mana Wi?"
"Tadi katanya lagi ngambil pisang di kebun sebentar,gak thu kok sampai sekarang belum pulang?"
"Kalau ibu?"
"Ibu kan lagi kerja di..."
"Sttttttttt....." isyarat cahaya menahan sebagian kalimat gadis itu
"Keringkan badan mu dulu ly" sahutnya seraya menyodorkan sebuah handuk kecil padaku
"Dia siapa Ya, kok manggil kamu fajar?"tanyaku membeberkan semua rasa penasaranku
namun aku harus mengurungkan rasa ingin tahuku karena gadis itu sudah datang dengan sebuah hidangan
"Silahkan di cicipin kak teh manis sama pisang rebusnya, maaf hanya bisa menghidangkan ini"
"Gak papa ini sudah lebih dari cukup kok" jawabku sambil menyeruput teh hangat di hadapanku
Hujan kali ini cukup deras, aku bisa merasakan dari hentakanya yang melantun keras di atap rumah, bahkan ada beberapa atap yang tidak mampu menahan serangan air itu sehingga penghuni rumah harus memasang beberapa wadah untuk menampung air yang menyusup rumah, namun di sela-sela kekacauan ini terdengar dentingan dawai gitar yang suaranya semakin mendekat ke arahku, aku hafal betul suara itu dan lagu yang ia bawakan adalah lagu dari band asal solo yang tiap pagi ku dengar bersama mawar - mawarku
"Kamu sedang apa Ya?"
"Mau lomba dengan air hujan" guraunya
tak terasa ujung lagu itu setara dengan nyanyian air hujan yang sejak tadi melantun di atap rumah persinggahan kami, namun entah mengapa aku masih asyik dalam jeratan syair lagu tadi.
"Ly-erly" suaranya yang khas itu mengeluarkan aku dari jeratan syair lagu tadi
"Ia Ya, ada apa?"
"Gimana bagus enggak?"
"Bagus kok enggak kalah bagus sama penyanyi aslinya" jawabku seraya mengacungkan kedua ibu jariku
karena hujan sudah reda kamipun melanjutkan perjalanan, rasa lelah yang sejak tadi mengikat urat-urat kakiku sudah hilang akupun siap untuk melanjutkan perjalanan. namun entah mengapa di tengah perjalanan tiba-tiba cahaya pingsan
"Ya, kamu kenapa ya" kataku seraya menggoyak tubuhnya, aku sangat mencemaskan keadaannya
"Ya, bangun Ya" aku menepuk-nepuk pipinya berusaha membangunkannya
"Tolong....! tolong..!" teriakku cemas
namun suara cekikikan yang keluar dari mulut pemuda itu mengusir semua kecemasan yang menggumpal di benakku, dengan penuh rasa kesal akupun membuang kepalanya dari pangkuanku
"Aduh, sakit Ly" teriaknya seraya bangun dari sandiwaranya
"Kamu keterlaluan Ya, kamu suka melihat aku cemas sepaerti ini?" akupun beranjak meninggalkannya
"Ha,ha,ha, aku cuma bercanda kok, aku cuma pengen tahu apa yang bisa kamu lakukan dalam situasi seperti ini" jawabnya tangkas
kata-katanya benar-benar menyulut emosiku
"Sekarang kamu sudah tahu, aku tidak bisa apa-apa, aku tidak berguna, terus kamu mau apa mentertawakan aku? silahkan!" ku muntahkan semua amarahku padanya
"Ly, erly, dengarkan dulu penjelasanku" tangannya menahan lenganku
aku menepis tangannya dan bergegas meninggalkannya
"Erly aku minta maaf, aku tidak bermaksud,,," ia mencengkram kedua pundakku
"Sudahlah Ya aku mau pulang"
"Ly, semua makhluk yang ada di bumi ini berguna begitupun kamu." jelasnya membesarkan hatiku
"Tapi aku buta ya, aku tidak bisa apa-apa, aku hanya bisa membebani orang lain saja" akupun menangis dalam pelukannya
"Sudahlah Ly, kamu itu berharga, dan kamu harus bisa tunjukan kepada semua orang bahwa kekuranganmu tidak bisa menghalangimu untuk menjadi orang yang berharga bagi orang lain" kedua ibu jarinya mengusap air mata yang menggenang di pipiku
"Eh ly kesini sebentar" ia menuntunku menuju sebuah pohon yang cukup rindang
"Ly, aku ingin melihat kamu seperti pohon ini, ia mampu menaungi orang-orang yang ada di dekatnya, ia juga rela menjadi rumah bagi serangga-serangga kecil yang singgah padanya, dan satu hal yang aku suka darinya dia berbuah bukan untuk dirinnya sendiri tapi untuk orang lain"jelasnya panjang lebar
"Kamu tunggu di sini sebentar ly"
ia memanjat pohon yang ada di hadapan kami,nampaknya ia kesulitan mendapatkan buah itu karena sudah cukup lama ia belum turun,
"Ini Ly apelnya"
"Terimakasih Ya" kataku seraya menikmati daging pertama buah itu
perjalanan kami pun berlanjut di sebuah bukit kecil yang jalannya cukup bagus, nampaknya seseorang sudah mengaturnya sedemikian rupa sehingga aku tak kesulitan untuk mendaki bukit tersebut,
"Sebentar lagi Ly, ayo percepat sedikit jalannya" serunya
ia kembali mengambil tongkatku dan mengganti dengan lengan kananya, dengan penuh kesabaran ia menuntunku hingga mencapai puncak bukit.
"Akhirnya kita sampai" katanya seraya menghela nafas panjang
"Ini Ya tempat yang ingin kau tunjukan padaku?"
"Ia"
"Apa istimewanya tempat ini?" tanyaku heran
iapun menghadapkan tubuhku ke barat,lalu membentangkan kedua tanganku, kehangatan mulai kurasakan saat seberkas sinar mungil menghampiriku,
"Apa yang kau rasakan Ly?"
"sebuah kehangatan yang sama dengan punggungmu, dengan usapan kedua ibu jarimu, juga kehangatan yang sama dengan dekapanmu saat menenangkan jiwaku" jawabku dalam hati
"Apa ly yang kau rasakan?" ia mengulangi pertanyaannya
"Sebuah kehangatan" jawabku seraya menikmati desiran angin yang menerpa tubuhku,
"Inilah keindaha cahaya senja, kini kau dapat menikmatinya meski kau tak menyaksikanya"
iapun berdiri di sampingku seraya menggambarkan keindahan pemandangan yang menghampar di hadapan kami, namun entah mengapa suara cahaya di rusak oleh batuk yang tiba-tiba menyerangnya,
"Kamu kenapa Ya?"
nampaknya batuk yang menyerangnya sangat serius hingga ia tak kuasa tuk menjawab pertanyaanku,
"Ya, kamu enggak pa-pa kan?"
aku menyaksikan darah membanjiri tangannya, aku meraba -raba wajahnya mencari tahu keadaanya, wajhnya begitu pucat tubuhnya lemah tak berdaya.aku begitu cemas bahkan dua kali lebih cemas.pikiranku kacau aku bingung bagaimana cara membawanya turun dari sini bukit ini cukup tinggi,
dengan segala keterbatasan kubawa tubuhnya menuruni bukut namu kerikil-kerikil kecil mempersulit langkahku hingga tongkatku lari entah kemana, aku benar-benar tak berdaya tanpa tongkat itu, aku kebingungan menentukan arah akhirnya ku biarkan tubuhku meluncur entah kemana,begitupun tubuh cahaya yang lepas untuk selamanya karena kecerobohanku.
deraian air hujan yang berlahan menghampiri membawaku kembali pada kenyataan, aku berusaha tuk memutar kembali hari itu, namun semuanya hanyut bersama airmata yang mengalir bersama airhujan.
aku berteriak meluapkan semua kekecewaan
"Cahaya.....! kamu dimana....!"
"Cahaya.....! kamu sudah janji akan menjadi cahaya dalam hidupku, tapi mengapa kamu pergi....? mengapa Ya?...."
akupun menghentikan suara kekecewaanku karna ada sebuah payung menghampiri tubuhku
"Cahaya, kaukah itu?" aku meraba wajah yang ada di hadapanku untuk meyakinkan firasatku
"Aku bukan cahayamu, tapi aku bersedia menggantikannya untukmu" jawab lelaki itu
"Kenalkan namaku cahaya"
"Haaa...?"
"Ia namaku cahaya fajar karena aku lahir saat fajar mulai bercahaya" jawabnya setengah bergurau
aku menemukan sosok cahayaku pada lelaki ini suaranya,canda tawanya, kata-katanya, semuanya sama mungkinkah dia benar-benar cahayaku?